0

Contoh Cerpen

Kira
                           Bila



Sabtu, 6 Januari 2007

Hujan turun lagi, halilintar memecahkan suasana hening, dan membangunkan jiwa gelapku yang terlelap. Aku bersandar disebuah ruangan hitam gelap, halilintar bagaikan lampu yang menyala-nyala dan cahayanya memantul kesebilah pisau tajam. Pisau tajam yang  kugenggam erat, mulai kumainkan seakan pisau itu bisa berbicara, “Kira, sekarang semua sudah berakhir, dan aku yang akan mengakhirinya”. Sebuah senyuman manis yang kusunggingkan. Pisau itu bergerak agresif, menggores lenganku. Aku berteriak pedih, suaraku tenggelam dengan raungan sang Raja petir. Habis nyawaku, pisau itu memutuskan urat nadiku.

Minggu, 7 Januari 2007

Hari ini aku bagaikan artis yang sedang dibicarakan dimana-mana, semua orang membicarakan hal tentang ku, menceritalkan kisahnya saat bertemu aku dulu, mengatakan hal buruk tentang ku, maupun memuji. Hingga telinga ini berbisik ‘”Aku mulai bosan”. Aku benar-benar menjadi topik utama, dan menjadi sorotan publik. Beberapa stasiun TV mulai berdatangan kerumahku, begitu juga reporter dari koran-koran ternama.
Orang tua ku menangis tanpa henti, rasa kasih sayangnya baru terasa disaat aku benar-benar tiada. Kemana mereka saat aku memanggilnya, mereka bagaikan serigala yang kehausan, memburu terus memburu harta yang melimpah, demi mencapai sebuah kata “KEBAHAGIAAN” yang menurutku “KEHANCURAN”. “Tega” ucapku, seandainya aku masih bernyawa, mungkin wajah ini sudah penuh oleh air mata.
Tuhan mengizinkan jasad ku terkubur rapih disebuah pemakaman elit, namun Tuhan belum mengizinkan jiwaku untuk pergi kepangkuaan-Nya. Aku benar-benar kehilangan arah, dan tujuan. Bukan ini yang aku inginkan Tuhan, aku hanya ingin lari dari takdirmu, aku hanya ingin lepas dari semua dosaku ini, kesalahanku ini , tapi bukan ini yang kuinginkan.

Senin, 8 Januari 2007

            Aku berlari dikoridor sekolahku, bukan berlari karena kaki ini sama sekali tak menapak. Aku berjalan kesudut belakang sekolah, tempat aku menghabiskan waktu ku, untuk minum-minuman keras usai sekolah. Aku duduk disana, ditempat biasa aku duduk menyesap sebungkus rokok, menyuntikkan narkoba hingga serasa badan ini melayang. Iya, masa laluku memang sudah hancur, karena itulah aku tak ingin lagi melanjutkan hidupku yang sudah hancur itu.
            Sebuah lonceng, membuat ku sedikit kaget, semua murid mulai berhamburan, dan aku mulai memasuki kelasku. Aku masih bisa melihat jelas bangku ku yang berada dipojok, didekat jendela kusam. Sebuah rasa rindu mulai menjalar dibenakku, “Gina” satu kata yang terucap ketika aku masih bisa melihat gadis itu menangis dibangku ku.
            Dia beberapa kali mengucap namaku, aku tersayat mendengar kata-katanya. Gina terlihat begitu bodoh ingin menangisi orang seperti ku, manusia yang tak pantas disebut manusia. Aku duduk disebelahnya, membelai rambutnya, dan mendekapnya. Tapi itu tak berarti apapun, aku menangis, menjerit didalam hati, ada seseorang yang masih ingin menangisi kepergianku. Disaat semua orang masih merasa tak ada yang hilang, dia masih sempat mengucap, dan menangisi aku, manusia hina ini.
           
Selasa, 9 Januari 2007


            Aku termangu menatap sebuah nisan yang bertuliskan namaku, aku menyandarkan kepalaku didinginnya nisan yang habis terkena air hujan. “Hujan lagi”  gumamku, teringat kembali aku akan kenangan masa laluku, disaat aku benar-benar hancur, saat aku merusak masa depan ku sendiri, narkoba, minuman keras. Lamunanku hancur, ketika Gina datang kepemakamanku. Dia duduk, menganggkat kedua tangannya dan memajatkan do’a.
            “Kira, selamat jalan, lupakan semua ini. Aku sudah memutuskan akan melanjutkan sekolah ke Jogja, jadi ini terakhir kalinya aku akan datang kesini. Selamat jalan ya, I’ll be waiting for you, friend?” ucapnya sembari menahan air mata yang akan jatuh.
            Aku mendekap tubuhnya, dan berbisik “Jangan pergi, kumohon jangan, aku takut Gina”. Tubuhku tak berdaya,  Gina berdiri dan untuk terakhir kalinya dia menaburkan bunga dan mencium nisanku. Dia berjalan pergi, dan akhirnya hilang dikejauhan. Aku termangu duduk diatas nisanku, berharap waktu berhenti dan terulang kembali namun itu mustahil. Aku tahu ini adalah jalan hidupku, namun kini apa? Apa yang harus kulakukan, agar ini semua bisa berakhir?


Selasa, 6 Januari 2009

           
            Kisah kematianku seakan sudah benar-benar habis dilumat waktu, kisahku kini menjadi kisah usang. Hari ini adalah hari setelah tiga tahun kematianku, tema-teman ku  setahun lalu, sudah masuk ke Universitas bergengsi, namun aku tetap disini. Duduk sendiri, berjalan di koridor, menatap jam dinding. Hingga akhirnya aku merasa lelah.
             “Gina aku akan menunggu mu meski harus 2 tahun lamanya, atau lebih, aku akan terus menunggu karena ku yakin kau akan datang lagi, teman?” Aku masih termangu di kursi pojok kelasku ini, kelasku sudah kosong dan usang. Sekolah ini sekarang ditutup, namun aku akan terus duduk disana hingga Gina datang dan menyambutku seperti dulu.
            
Siguiente Anterior Inicio

Memories