0

jejak-jejak kecil


Prolog
Jejak-Jejak Kecil


        
           Gadis kecil itu berdiri, dihadapan batu nisan yang tak bernama. Sesekali ia menghapus air matanya, tak ada yang menemaninya, ia sendiri, ia menangis sendiri. Angin dingin menerpa tubuhnya yang sedikit rapuh, terdengar suara percikan air . Gadis itu masih berdiri, dia masih memandangi batu nisan itu.
        Tangan kecilnya bergerak perlahan sembari menaburi nisan itu dengan bunga. Tak ada yang melihatnya bahkan tidak ada yang perduli.       Ia menaburi batu nisan itu dengan air matanya yang bercucuran, ia berusaha membendung air mata yang akan jatuh untuk kesekian kalinya.
        Langit mulai semakin menghitam, suasana semakin sepi, gadis itu masih berdiri, gadis itu masih berdiri disana. Ia seperti sedang menunggu, seperti menunggu sesuatu yang tak pasti. Langit menghentakkan pedang-pedang kilat, menjatuhkan jutaan airmata, namun dia masih berdiri, ia berdiri dengan kokohnya.
        Tubuhnya basah, hujan seakan tak sadar bahwa ia benar-benar kedinginan. Alam seakan tak memanggil namanya untuk menjauh,  ia seakan terlahir benar-benar sendiri. Lidah api menghujani langit hitam kelam, tidak ada siapa-siapa disini. Kenapa ia tak takut? Kenapa ia tak pergi? Apakah ia tak tahu sebenarnya ia ada dimana?.
        Dear, itu kata yang terdengar setelah seorang pria yang baru saja datang berdiri dibelakangnya. Pria itu benar-benar terlambat,  pria itu sangat terlambat. Gadis itu benar-benar seperti  menunggu, saat kedua mata itu bertemu, ia langsung jatuh dalam pelukan pria itu.
        Hujan benar-benar tidak memandang apa yang ada dibawah saat itu. Air mata gadis itu menyatu dengan tetesan air hujan.  Pria itu mendekapnya dengan sangat erat, sangat erat, seakan-akan ia berkata bahwa ia tak ingin kehilangan gadis itu.
        Mereka memandang nisan itu dengan sebuah tatapan kehancuran, apa yang mereka rasakan sebenarnya? Siapa yang dimakamkan dimakam itu? . Tak ada ucapan atau sedikit perkataan diantara mereka, mereka langsung pergi dan meninggalkan makam itu.
        Hujan benar-benar menggambarkan isi hati mereka. Langkah kaki rapuh itu semakin menjauh, menyisakan jejak-jejak kecil yang pasti akan hilang terhapus air hujan.

Siguiente Anterior Inicio

Memories